Bertepatan
pada hari kemerdekaan RI yang ke 68, Museum Peranakan Tionghoa Indonesia yang
digelar oleh YLBTI (Yayasan Lestari Budaya Tionghoa Indonesia) diresmikan.
Museum Peranakan Tionghoa Indonesia bertempat di Museum Cheng Ho, sebelah
Museum Hakka, di anjungan Taman Budaya Tionghoa Indonesia - Taman Mini
Indonesia Indah. Acara pertama adalah pengerekan Sang Saka Merah Putih
yang dihadiri oleh undangan (sekitar 500 orang) yang terdiri dari para tokoh
Tionghoa dari berbagai perkumpulan / asosiasi / paguyuban.
Seusai
acara Tujuh Belasan, acara berlanjut dengan permainan Barongsai dari grup
Longhu, sumbangan pak Sudarman (Ketua Umum YLBTI).
Melalui MC
diumumkan Peresmian Museum Peranakan Tionghoa Indonesia yang berada
di bangunan
museum Cheng Ho.
Jumlah tamu
yang datang di luar perkiraan, sekitar 400 an mengunjungi peresmian Museum
Peranakan Tionghoa ini. Thanks kepada bu Suyin, pak Wisnu, dan pak Bong
Felix yang berkiprah hingga Museum ini dapat diresmikan. Terutama kepada bu
Suyin yang merancang Museum ini mulai dari draft hingga pelaksanaannya
(hingga pukul 2 malam bergadang). Para tamu mendapat majalah Jade secara
gratis yang mengulas soal budaya dan adat istiadat keluarga peranakan
Tionghoa Indonesia.
Di dalam
ruang museum terbagi dalam 4 ruang ; depan kiri, cemce kiri, depan kanan, dan
cemce kanan.
Di ruang
depan kanan dipajang busana warga peranakan seperti baju kebaya dan kain
sarung, lemari Tui Houw, serta buku kumpulan karya sastrawan peranakan
terbitan Pustaka Gramedia.
Di lahan
cemce kiri terdapat panel para pejuang warga Tionghoa dalam bentuk foto dan
caption - baik di bidang politik seperti Souw Giok Chan, Ang Yang Goan, Lim
Koen Hian, Yap Tjwan Bing, Oei Tjong Hauw, Oei Tiang Tjoen, Tan Eng Hoat dan
lain lain. Didepan sekali terpajang foto Kwee Tek Hoay beserta isteri,
beliau sastrawan Tionghoa terkenal, selain sebagai penulis, beliau juga
sebagai penerbit majalah Panorama, dan sebagai pendorong Sam Kauw.
Banyak
pemuda Tionghoa baru sadar ketika melihat panel panel ini bahwa pini sepuh
Tionghoa sudah berkiprah di bidang politik, ketatanegaraan, dan sastra jauh
sebelum Indonesia merdeka, juga terdapat warga Tionghoa yang menjadi pejuang
kemerdekaan - suatu hal yang tak terpikirkan mereka - akibat orde baru yang
menempatkan warga Tionghoa hanya sebagai pedagang.
Ki-Ka:
Sudarman, Tjandra, Tony, dan Teddy Jusuf.
Acara ini
dimeriahkan pula dengan atraksi barongsai di depan museum Hakka.
Pada
kesempatan yang sama Pak Teddy Yusuf dan Pak Sudarman memberikan hadiah
kepada juara 1, 2, dan 3 Lomba Foto Kemerdekaan RI yang diselenggarakan oleh
YLBTI. Memang Museum ini belumlah lengkap, masih memerlukan sumbangan dari
para pemerhati Budaya Tionghoa, apakah dalam bentuk benda atau uang.
Ki-ka:
Suyin, Tony, Harianto, dan Sudarman.
Pada
bangunan sisi Timur diselenggarakan pagelaran Wayang Potehi yang mengundang
minat pengunjung untuk menyaksikan episode Sie Jin Kwie.
|
.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar