" Dalam segala sesuatu telah kuberikan contoh kepada kamu, bahwa dengan bekerja demikian kita harus membantu orang-orang yang lemah dan harus mengingat perkataan Tuhan Yesus, sebab Ia sendiri telah mengatakan : Adalah lebih berbahagia memberi dari pada menerima "
Siang itu matahari sedang terik2 nya bersinar diatas bumi. Debu berterbangan disekitar jalanan, membuat nafas terasa sesak didada. Berjalan menyelusuri jalan raya pada siang bolong seperti itu membuat kaki Tono penat. Keringat berlelehan mengguyur tubuhnya. Rasa haus ditenggorokan tak tertahankan dengan panas yang membara. Tono berniat berteduh disebuah rumah yang kebetulan memiliki pekarangan dan ada pohon asam rindang tumbuh disitu.
Tono sejenak bisa bernafas lega. Sisa Koran jualannya masih bersisa 3 buah diletakkannya di tanah. Ia menarik nafas dalam2 menikmati segarnya semilir angin dibawah rindangnya pohon asam tua nan kokoh. Rasa kantuk sejenak menyergap matanya.
Sekonyong2, saat ia hampir terlelap terdengar derit pintu rumah dibuka penghuninya. Rasa kantuk hilang seketika berganti rasa takut. “Wah, jangan2 yang punya rumah marah, karena aku berteduh di pekarangannya tanpa meminta ijin terlebih dulu”, sesal Tono.
Sesosok wanita muda keluar menghampiri Tono. Rasa takut semakin menggebu. Tono pun berdiri memberi hormat: “Maaf Bu, saya numpang berteduh sebentar, udara panas sekali di jalanan”, Tono menyapa ramah. Seulas senyum ramah tersungging dari bibir si wanita muda Pemilik rumah.. Hati Tono mulai agak tenang.
“Oh, tidak apa2 Nak, kamu jualan koran ya , sini Ibu lihat koran apa saja yang masih sisa” , rasa haru mulai merambah hati Tono.
Ternyata si nyonya rumah bukan saja ramah tapi juga baik hati. Bukannya marah, Tono malah diajak masuk ke teras pavilion yang sangat nyaman dan memberi Tono segelas besar Es Juice Jeruk yang sangat nikmat. Mata Tono sampai merem melek menyeruput habis Es Juice Jeruk itu dalam sekali tenggak. Tandas habis tanpa sisa. Si nyonya rumah tersenyum melihat kelakuan Tono. Yang lebih mengharukan, sisa Koran Tono yang 3 buah dibeli habis oleh si nyonya rumah. Uang kembaliannya diberikan semua kepada Tono.
Air mata haru menetes dari sudut mata Tono.
Ternyata masih ada orang yang berbaik hati di zaman serba susah seperti sekarang ini, pikir Tono. Berulang kali Tono menghaturkan terima kasih tak terhingga kepada si nyonya rumah yang baik hati. Tono mencatat baik-baik nama sang Nyonya rumah dalam lubuk hatinya : “Hastuti Anggraini”
Selesai berpamitan, dia segera melangkah ke sekolah, karena Tono sekolah siang. Ia terburu-buru agar tidak terlambat.
Waktu bergulir dengan cepat, Tak terasa belasan tahun sudah. Tono sekarang sudah menjadi Dokter. Dokter Spesialis Jantung. Dia bertugas disalah satu Rumah Sakit Pemerintah di kotanya. Di kota kecil itu dialah satu-satunya ahli jantung yang ada. Namanyapun menjadi sangat terkenal diseantero kota .
Sore itu Tono menjalani profesinya seperti biasa. Ia harus mengoperasi seorang Ibu setengah baya. Saat masuk ke ruang oprasi ia merasa wajah yang ada di hadapannya pernah ia kenal. Wajah lembut dan murah senyum. Namun , ia sulit mengingat dimana dia kenal wajah itu. Ia pun segera menghapus lamunannya dan segera mengoperasi dengan sebaik-baiknya. Sebuah Operasi memerlukan konsentrasi tinggi, salah sedikit, nyawa manusia bisa melayang.
Singkat cerita operasipun sukses.
Si wanita setengah baya itu dirawat beberapa hari di rumah sakit untuk pemulihan kondisi tubuhnya pasca operasi. Operasi Jantung memrlukan biaya yang cukup besar. Puluhan juta rupiah. Apalagi buat si Ibu yang sudah janda, jumlah itu tentu sangat besar. Setiap malam si Ibu menjadi sulit tidur memikirkan bagaimana membayar uang operasi dan biaya rawat inapnya.
Siang itu si Ibu diijinkan pulang karena sudah dinyatakan sembuh oleh team Dokter. Dag…dig…dug ….hati si Ibu membayangkan besarnya tagihan biaya Rumah Sakit. Saat anaknya mau membayar ke kasir, petuga kasir bukan meminta uang malahan menyodorkan spucuk surat kepada si anak.
“Tolong kasih surat ini kepada ibu Anda, dan anada boleh membawa pulang ibu Anda sekarang juga”.
“Lalu pembayarannya bagaimana Bu” ? si anak Ibu yang dirawat bertanya tidak mengerti.
“Sudah, pokoknya pulang saja dan jangan memikirkan pembayaran lagi”.
“Yang benar Bu”.
“Benar, tapi jangan lupa kasih surat itu kepada ibu Anda”.
Dengan langkah memburu si anak kembali ke kamar ibunya. Dengan menitikkkan air mata ia menyerahkan surat kepada sang Ibu. Dengan bingung si Ibu menerima surat itu, lalu membukanya.
Ternyata isi surat itu lengkapnya berbunyi seperti ini :
Ibu Hastuti Anggraini yang baik. Hari ini Ibu boleh pulang ke rumah.dengan selamat. Semua biaya perawatan Ibu sudah saya bayar semua. Ibu tidak usah memikirkannya lagi. Semua sudah Lunas. Sudah dibayar dengan segelas Es Juice Jeruk. Anggap saja, semua ini sebagai ucapan terima kasih saya atas kebaikan hati Ibu yang luar biasa tempo hari. Ibu telah mengajari saya tentang perlunya peduli dan mengasihi sesame.
Semoga Ibu sehat sejahtera senantiasa.
Doa dan hormat saya,
Dr. Tono Rahmadi
Meledak tangis ibu Hastuti. Peritiwa belasan tahun lalu kembali terbayang di pelupuk mata. Sorang bocah kecil kurus dan kurang terawatt, terbayang jelas di matanya. Siapa sangka sekarang dia sudah menjadi Dokter hebat. Dan siapa sangka , kebaikan hatinya yang sederhana dulu, sekarang dibayar lunas beserta bunga-bunganya sekaligus. Padahal dulu ia tulus memberi segelas Es Juice Jeruk dan sedikit uang saku dari kembalian uang beli kora kepada Tono.
Ia tanpa pamrih sama sekali sewaktu melakukan hal itu. Hari ini ia melihat betapa sebuah kebaikan kecil ternyata bisa menghasilkan kebaikan yang lebih besar lagi. Bahkan sangat besar.
“ Berilah dan kamu akan diberi; suatu takaran yang baik, yang dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah keluar akan dicurhkan kedalam ribaanmu. Sebab ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan diukurkan kepadamu “. Lukas 6:38
Tidak ada komentar:
Posting Komentar